JAKARTA - Menjelang pergantian tahun 2026, pemerintah pusat memberi perhatian serius terhadap pergerakan harga pangan strategis, khususnya telur ayam ras dan daging ayam ras.
Kenaikan harga yang terjadi dinilai bukan sekadar fluktuasi sesaat, melainkan sudah menunjukkan pola yang konsisten dan perlu diantisipasi sejak dini.
Kondisi tersebut disoroti langsung oleh Kantor Staf Presiden (KSP) yang memantau perkembangan harga pangan nasional. Lonjakan harga ini terjadi di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat menjelang akhir tahun, sehingga berpotensi menekan daya beli jika tidak segera direspons secara tepat.
Berdasarkan data pemantauan, harga telur ayam ras secara nasional telah melampaui Harga Acuan Penjualan. Tren kenaikan bahkan tercatat berlangsung terus-menerus dalam beberapa waktu terakhir, sehingga memicu status kewaspadaan di tingkat pusat.
Lonjakan Harga Telur Jadi Sorotan Utama
Pelaksana Tugas Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan KSP, Popy Rufaidah, menyampaikan bahwa harga telur ayam ras nasional berada di atas batas aman. Secara bulanan, kenaikannya tercatat cukup signifikan dan masuk kategori tidak aman.
Per 24 Desember 2025, harga telur ayam ras nasional tercatat mencapai Rp34.800 per kilogram. Angka ini jauh melampaui Harga Acuan Penjualan yang ditetapkan sebesar Rp30.000 per kilogram, sehingga memicu kekhawatiran akan dampak lanjutan terhadap inflasi pangan.
“Kenaikan ini juga bersifat persisten, bukan kenaikan sesaat, mengingat telur ayam ras merupakan sumber protein utama masyarakat dan komoditas inflasi pangan strategis,” kata Popy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta, Senin (29/12/2025).
Menurut KSP, posisi telur ayam ras sangat krusial dalam struktur konsumsi masyarakat. Ketika harga terus meningkat tanpa kendali, tekanan terhadap pengeluaran rumah tangga berisiko semakin besar, terutama di kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
Disparitas Harga Daerah Kian Mengkhawatirkan
Tekanan harga tidak hanya terjadi di level nasional, tetapi juga terlihat lebih ekstrem di berbagai daerah. KSP mencatat adanya disparitas harga telur ayam ras antarkabupaten dan kota yang masuk kategori zona merah.
Popy mengungkapkan, disparitas harga di tingkat daerah mencapai 24,06 persen. Sejumlah wilayah bahkan mengalami lonjakan harga yang berulang selama sebulan terakhir, menandakan adanya masalah struktural dalam rantai pasok.
Pada 24 Desember 2025, harga telur ayam ras di beberapa daerah tercatat berada di kisaran Rp56.000 hingga Rp120.000 per kilogram. Kondisi ini menunjukkan ketimpangan distribusi yang cukup tajam antarwilayah.
“Kondisi ini menegaskan bahwa persoalan telur ayam ras bukan semata tren nasional, tetapi juga ketimpangan pasokan dan distribusi antardaerah, yang diperkuat oleh tingginya biaya pakan serta keterbatasan logistik di wilayah ekstrem,” ujar Popy.
Jika situasi tersebut dibiarkan, KSP menilai tekanan inflasi pangan di daerah berpotensi semakin melebar. Dampaknya tidak hanya pada stabilitas harga, tetapi juga terhadap daya beli masyarakat secara keseluruhan.
Dorongan Respons Cepat dan Terkoordinasi
Melihat kondisi tersebut, KSP menekankan pentingnya respons cepat berbasis wilayah. Beberapa minggu ke depan dinilai menjadi periode krusial untuk mencegah lonjakan harga semakin meluas.
Langkah yang didorong meliputi penguatan stabilisasi pasokan telur ayam ras di daerah rawan. Selain itu, manajemen populasi ayam petelur juga menjadi perhatian agar produksi tetap seimbang dengan kebutuhan.
KSP juga mendorong pengaturan produksi dan distribusi antardaerah. Koordinasi lintas kementerian dan lembaga dinilai mutlak diperlukan agar kebijakan yang diambil dapat berjalan efektif di lapangan.
Upaya ini diharapkan mampu meredam disparitas harga sekaligus menjaga pasokan tetap lancar. Tanpa intervensi terarah, ketimpangan harga antarwilayah dikhawatirkan akan semakin sulit dikendalikan.
Harga Daging Ayam Ikut Menunjukkan Sinyal Waspada
Selain telur ayam ras, KSP juga mencermati perkembangan harga daging ayam ras yang mulai menunjukkan sinyal kewaspadaan. Disparitas harga komoditas ini tercatat mencapai 20,12 persen.
Per 24 Desember 2025, harga daging ayam ras nasional berada di level Rp42.300 per kilogram. Angka tersebut telah melampaui Harga Acuan Penjualan sebesar Rp40.000 per kilogram.
Di beberapa daerah, lonjakan harga bahkan tergolong ekstrem. Di Kabupaten Intan Jaya, harga daging ayam ras dilaporkan bisa menembus Rp100.000 per kilogram, jauh di atas rata-rata nasional.
KSP menilai kondisi ini memerlukan intervensi yang lebih terarah. Prioritas diberikan kepada kabupaten dengan harga tertinggi melalui redistribusi pasokan dari wilayah surplus ke wilayah defisit.
“Pengendalian biaya pakan, pasokan ayam hidup, pengawasan distribusi, serta dukungan aparat pengawasan menjadi kunci di lapangan,” ujarnya.
Sementara itu, harga ayam ras pedaging hidup juga masih berada dalam posisi waspada. Meski mulai meningkat, harganya masih tercatat di bawah Harga Acuan Penjualan peternak, khususnya peternak kecil dan rakyat.
Data menunjukkan, harga ayam ras pedaging hidup berada di level Rp23.885 per kilogram pada 24 Desember 2025. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan HAP sebesar Rp25.000 per kilogram, sehingga memerlukan perhatian tersendiri dari pemerintah.